Sekitar 1.000 pekerja yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) Jakarta, Selasa (10/4) berunjuk rasa di Istana Negara dan kantor Menteri Negara (Meneg) BUMN. Mereka mendesak pemerintah mencopot semua direksi PT Pertamina (Persero) dan mengaudit semua proses bisnis di perusahaan itu.
Sekjen FSPPB, Faisal Yusra mengatakan, aksi ini mereka lakukan untuk menghantarkan resolusi pekerja Pertamina kepada Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Meneg BUMN selaku pemegang Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) agar keduanya mengetahui kinerja para Direksi Pertamina.
Dengan kinerja para direksi yang demikian, kata Yusra, jangankan mewujudkan Pertamina menjadi perusahaan kelas dunia, menjadi BUMN yang sehat saja kelihatannya sulit.“Aksi ini tidak hanya dilakukan karyawan di Jakarta, namun juga perwakilan pekerja seluruh sentra produksi dan operasi strategis Pertamina seluruh Indonesia seperti Medan, Balikpapan, Manado, Cilacap, Balongan, Plaju, Cirebon, Balongan, Makassar. Bahkan karyawan yang tidak ke Jakarta melakukan demo di daerah,” jelasnya.
Dikatakan Yusra, pekerja mendesak pemerintah mencopot semua direksi karena tak mampu mewujudkan Pertamina sebagai perusahaan kelas dunia seperti amanat Presiden 14 Juni 2006. Mereka juga menuntut pemerintah melakukan audit investigasi terhadap proses bisnis, organisasi dan budaya Pertamina sebagai dasar pelaksanaan merekayasa kembali (re-engineering) yang dipimpin direksi dan manajemen puncak yang baru.
Kabid Humas Pertamina, Toharso S, Selasa (10/4) membenarkan, bahwa sejumlah karyawan yang tergabung dalam FSPPB melakukan demo ke Istana Negara dan Kantor Meneg BUMN. Namun ia menyatakan belum tahu apa tuntutan mereka.
Sementara Ketua Dewan Pertimbangan Organisasi (DPO) FSPPB, Oto Geo Diwara mengatakan, hal mendasar dari resolusi itu yakni kinerja operasional sesuai kontrak manajemen 2006 tidak tercapai.
“Untuk menjadi perusahaan kelas dunia hanya mimpi dan tidak akan terwujud dalam waktu dua tahun sesuai harapan Presiden,” katanya.
Dijalaskan, direksi tak melaksanakan secara konseptual upaya menjadikan Pertamina perusahaan yang kompetitif. Penerimaan karyawan juga sarat KKN. Bahkan ada pekerja yang langsung diberi golongan P-1 dengan menyandang jabatan strategis tanpa mengikuti aturan perusahaan.
Bahkan pemberantasan korupsi hanya menjadi wacana karena beberapa pejabat yang tersangkut KKN tidak mendapatkan hukuman sesuai dengan peraturan perundang-undangan, malahan beberapa oknum yang terindikasi korupsi justru mendapat promosi jabatan.
Demikian pula direksi tidak memiliki komitmen yang jelas tentang pentingnya hubungan industrial yang harmonis dengan pekerja sesuai dengan peraturan dan banyak pelanggaran terhadap Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
Direksi telah melakukan kebohongan publik karena mengekspos keuntungan Pertamina tahun 2006 dengan data berbeda pada waktu yang hampir berdekatan, keuntungan yang diumumkan tanggal 17 Januari 2007 sebesar Rp 24 triliun dan pada tanggal 2 Maret 2007 sebesar Rp 19 triliun, demikian Oto Geo Diwara.